Berbekal seribu doa dan sejuta ragu dari fans, Moyes mulai menjalani hari-harinya sebagai suksesor manajer terhebat sepanjang masa, dan seperti yang sudah diduga, perjalanannya tidak mulus. Hasil yang turun-naik dan performa yang jauh dari memuaskan tak pelak membuat fans mulai terbagi ke dalam dua kubu: pro Moyes dan anti Moyes.
Fans yang membela Moyes berargumen kalau saat ini United sedang memasuki masa transisi sehingga apapun yang terjadi sudah seharusnya fans terus mendukung sang manajer baru. Slogan "In Moyes we trust" serta kutipan pidato terakhir Sir Alex agar fans selalu "Stand by our new manager" dipegang dengan teguh. Sementara mereka yang menentang Moyes --dengan tagline "Moyes Out!" yang sangat menggetarkan itu-- beranggapan bahwa sudah seharusnya Moyes melaju kencang bersama United, tanpa perlu adanya masa transisi yang berarti, karena skuat yang ia miliki adalah skuat juara.
Perdebatan dua kubu ini adalah sebuah keniscayaan, tapi semakin hari semakin terlihat memuakkan.
So, apakah memang Moyes tidak seharusnya menjalani masa transisi yang begitu lama? Let's figure it out, saat Fergie mulai menangani United 27 tahun yang lalu, ia butuh waktu sampai 4 tahun untuk membangun ulang tim dan bisa menjuarai trofi pertamanya. Sampai disini, kalian para brigade #MoyesOut pasti akan langsung membantah dengan argumen bahwa skuat awal Fergie dulu bukanlah skuat juara dan bahwa sepakbola masa lalu dan masa sekarang telah jauh berbeda. Well, pendapat kalian mungkin benar, tapi tidak sepenuhnya benar.
Jika dilihat lebih jauh, pencapaian skuat United warisan Ron Atkinson tidaklah seburuk yang dibayangkan. Tim United saat itu adalah tim yang telah 2 kali menjuarai FA Cup dan tidak pernah keluar dari posisi empat besar di liga.
Di musim 1985/86, United bahkan terus memimpin klasemen sampai bulan Februari sebelum rentetan hasil mengecewakan di akhir musim membuat mereka harus puas finish di peringkat 4. Tekanan untuk menjuarai liga membuat Atkinson akhirnya dipecat di awal musim 1986/87 setelah United terpuruk di peringkat 19 pada bulan November. Yang perlu digarisbawahi disini adalah pihak klub memecat Big Ron di musim keenamnya bersama United, bukan musim pertama.
Sampai disini bisa disimpulkan tiga hal: Pertama, United bukanlah tipikal klub yang dengan mudahnya mengganti manajer sebelum memberinya cukup kesempatan. (Dalam hal ini, United belajar banyak dari kasus singkatnya karir manajerial Wilf McGuinness dan Frank O'Farrell yang berujung pada ketidakstabilan klub). Kedua, dalam kondisi apapun, selalu ada tekanan besar bagi siapapun yang menjadi manajer United. Ketiga, dan ini yang terpenting, United selalu menghargai masa transisi.
Sekarang mari kita lihat apakah cuma United yang memang membutuhkan masa transisi. Berikut akan saya paparkan fakta tentang beberapa masa transisi yang dijalani klub-klub besar lain setelah mereka ditinggal manajernya yang paling lama menjabat dan paling sukses.
AJ Auxerre
Well, ok... Auxerre memang bukan klub besar. Tetapi ceritanya harus saya tulis disini agar anda tahu betapa sulitnya menjalani masa transisi setelah dipimpin sekian lama oleh hanya seorang manajer. Auxerre terkenal karena manajernya, Guy Roux, tercatat sebagai manajer terlama yang memimpin sebuah klub di Eropa. Guy Roux memimpin AJ Auxerre selama 44 tahun (1961-2005) dan dalam kurun waktu tersebut berhasil mengubah Auxerre dari klub kecil menjadi klub yang cukup diperhitungkan dengan sekali menjuarai Liga Perancis serta 4 kali Piala Perancis. Penggantinya, Jacques Santini, gagal total dan hanya bertahan semusim. Sampai saat ini Auxerre belum berhasil untuk kembali ke level saat masih ditangani Guy Roux dahulu.
Rangers
Klub Skotlandia ini pernah dipimpin oleh Bill Struth selama 34 tahun (1920-1954). Dalam kurun waktu tersebut Struth sukses mempersembahkan 18 gelar juara Liga Skotlandia dan 10 gelar Piala Skotlandia. Struth pensiun pada tahun 1954 dan digantikan Scot Symon yang juga cukup sukses dengan meraih 15 trofi. Yang perlu dicatat adalah, Rangers hampa gelar saat Symon menjalani musim pertamanya.
Real Madrid
Klub ini memang doyan mengganti pelatih. Tetapi ada masa dimana El Real pernah cukup lama dipimpin oleh hanya seorang pelatih saja. Orang tersebut adalah Miguel Munoz. Ia menjadi pelatih terlama yang pernah menangani Real Madrid, yakni selama 14 tahun (1960-1974). Sepanjang periode tersebut Munoz sukses besar dengan diantaranya merengkuh 9 gelar La Liga dan 2 trofi Champions Cup. Munoz kemudian digantikan Luiz Molowny yang hanya bertahan empat bulan dan cuma mempersembahkan 1 gelar Copa del Rey. Sementara itu di era modern, Vicente del Bosque adalah pelatih terlama yang pernah melatih Madrid. Ia memimpin Madrid selama 4 tahun (1999-2003) dan sukses membawa El Real 4 kali juara La Liga dan 2 kali juara Champions League. Penggantinya, Carlos Queiroz, hanya bertahan semusim dan cuma mampu memenangi 1 Copa del Rey.
Barcelona
Johan Cruyff memimpin Barcelona selama 8 tahun (1988-1996) dan memberikan 11 gelar untuk Barca, diantaranya adalah 4 gelar La Liga dan 1 trofi Champions League. Cruyff digantikan Bobby Robson yang cuma bertahan semusim dan hanya mampu membawa Barca meraih 1 trofi Cup Winners' Cup dan 1 Copa del Rey. Di era millenium, pelatih terlama yang memimpin Barca adalah Frank Rijkaard, ia berada di Camp Nou selama 5 tahun (2003-2008) dan berhasil mempersembahkan 2 gelar La Liga serta 1 trofi Champions League. Tugas Rijkaard diteruskan oleh Pep Guardiola yang sangat sukses, tapi kita tahu bahwa sebelumnya Pep merupakan pelatih Barcelona B, kesuksesannya sangat terbantu oleh fakta bahwa dirinya adalah orang dalam yang sudah sangat mengenal seluk-beluk tim yang dilatihnya.
Inter Milan
Helenio Herrera menangani Inter selama 8 tahun (1960-1968) dan berhasil mempersembahkan 3 gelar Serie A dan 2 trofi Champions Cup. Herrera digantikan Alfredo Foni yang gagal dan cuma bertahan satu musim.
Juventus
Giovanni Trapattoni menjadi pelatih Juventus selama 10 tahun (1976-1986) dan sukses membawa Juventus meraih 6 gelar Serie A dan 1 trofi Champions Cup. Trapattoni lalu digantikan Rino Marchesi yang kemudian tidak berhasil memenangi satu gelar pun.
AC Milan
Carlo Ancelotti melatih AC Milan selama 8 tahun (2001-2009) dan sukses membawa Milan meraih 9 gelar, diantaranya adalah 1 gelar Serie A dan 2 Champions League. Pengganti Ancelotti adalah Leonardo yang gagal mempersembahkan satu gelar pun.
Liverpool
Jika ada satu pujian yang bisa saya berikan pada tim Merseyside ini, maka pastilah itu tentang proses transisi mereka yang begitu mulus di era 70 dan 80an. Seingat saya, tak ada proses transisi di klub besar yang begitu rapih daripada Liverpool. Bill Shankly menjadi manajer Liverpool selama 15 tahun (1959-1974) dan berhasil memberikan 3 gelar liga, 2 FA Cup, dan 1 UEFA Cup. Shankly kemudian pensiun dan digantikan oleh asistennya, Bob Paisley yang justru lebih sukses dengan raihan 14 trofi, diantaranya adalah 6 gelar liga dan 3 Champions Cup. Meskipun begitu, tetap saja Paisley harus menjalani musim hampa gelar di tahun pertamanya. Setelah 9 tahun memimpin Liverpool, Paisley kemudian digantikan Joe Fagan yang langsung sukses di musim pertamanya dengan menjuarai liga, League Cup, dan Champions Cup. Dan lagi-lagi rahasia mulusnya transisi dari Paisley ke Fagan adalah karena sebelumnya Fagan merupakan asisten Paisley.
Setelah melihat fakta masa transisi dari beberapa klub diatas, kita bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa setiap klub, baik di masa lalu maupun masa kini, yang sebelumnya lama dipimpin oleh seorang manajer yang sukses pasti akan mengalami masa transisi yang paling tidak memakan waktu satu tahun atau bahkan (seringkali) lebih. Mulusnya masa transisi Liverpool dan Barcelona adalah karena faktor penggantinya merupakan orang dalam yang sudah sangat mengenal karakter dan seluk-beluk klub tersebut.
Sekarang kita kembali ke United. Moyes sebagai suksesor Fergie tidak pernah sekalipun berkarir di Old Trafford. Ia benar-benar "orang luar", minim prestasi dan langsung didaulat meneruskan dinasti kejayaan United. Dan fans sekarang, di musim yang bahkan belum separuh berjalan, menuntut Moyes untuk langsung melesat. Sungguh menggelikan.
Pete Molyneux mengeluarkan banner "Ta Ra Fergie!" saat Sir Alex memasuki musim keempatnya, dan kini fans meneriakkan "Moyes Out!" saat musim bahkan belum separuh berjalan. Kritik, kesal, dan frustrasi itu wajar, tetapi sampai berkeinginan melihat Moyes hengkang saat ini hanyalah sebuah lelucon konyol. Saya tidak paham mengapa para Pete Molyneux wannabe ini mempunyai kesabaran yang lebih tipis dari sehelai rambut yang dibelah tujuh. Mengaku fans United, tapi bermental seperti fans Chelsea dan City.
So, apakah Moyes harus out? ya, Moyes memang seharusnya out... tetapi setelah kita memberinya cukup waktu untuk membuktikan kapasitasnya. Saya pribadi berharap, semoga kelak Moyes bisa "out" setelah memberikan sejumlah prestasi yang membungkam semua pembencinya.
Kepada brigade #MoyesOut, maaf jika artikel ini mengecewakan kalian. Saya harap kalian bisa segera menemukan klub baru. Good luck!
"Manchester United are in good hands with David Moyes. He will be fine... He is a good manager."
-Sir Alex Ferguson-
ijin share gan, mantap (y)
BalasHapusGenius....
BalasHapusKekuatan artikel ini ada pada pembeberan fakta-fakta. Good.
BalasHapusSetuju banget sama pendapat agan, #InMoyesWeTrust
BalasHapusFakta cakep.aku suka kalimat terakhir. "Kepada brigade #MoyesOut, maaf jika artikel ini mengecewakan kalian. Saya harap kalian bisa segera menemukan klub baru" HAHAHAHA keren
BalasHapusSetuju bgt ini gan sama artikelnya
BalasHapus#InMoyesWeTrust #TheChosenOne #GGMU
Maaf bung, saya tidak setuju dengan anda. Sepakbola modern itu jauh berbeda dengan sepakbola klasik. Jaman skrg, kesuksesan itu diliat dari prestasi dan uang. Coba deh pikir secara logika. Asusmsikan saja musim ini United gagal finish di zona liga cempion (mudah2 ini jgn sampe terjadi, tp melihat performa para pesaing2 kita, MU punya kemungkinan plaing kecil untuk lolos). Ini cuma asumsi lho ya. Kegagalan masuk UCL, akan berimbas pada:
BalasHapus1. MU akan kesulitan menarik minat pemain2 bintang utk bergabung.
2. Pemain2 bintang MU akan minta dijual.
3. Pemasukan berkurang sehingga duit buat transfer juga berkurang sehingga selain kita nggak bisa menarik minat pemain besar dgn prestasi, tapi juga gak bisa narik minat mereka dengan duit.
Sekali lagi, ini cuma pemikiran dengan dasar logika. Sebenernya ane juga gak suka gonta ganti pelatih secara sembarangan. Ane cuma berpikir klo Moyes ini bkn org yang tepat untuk pekerjaan ini. Ditambah lagi, ane pengen ngeliat tim ini main dgn sepakbola menyerang sampe mati seperti di eranya fergie. Ane udh 10 taun jd fans premier league, dan ane gak cuma nonton pertandingan MU doang. Dan ane bisa bilang klo Moyes ini bkn tipe pelatih yg mengedepankan sepakbola menyerang. Sumpah deh, klo Moyes bisa ngebuat MU main nyerang ane juga bakal dukung dia. Masalahnya sampe saat ini ane gak liat tim ini bisa konsisten main nyerang. Ane pun ngaak masalah klo MU gagal menangin trofi apapun asalkan MU bisa mainin sepakbola menyerang. Dan ane yakin klo MU bisa main nyerang, trofi pun akan datang dengan sendirinya. Jujur aja nih ya, ane gak pernah meragukan kemampuan tim ini utk meraih trofi. Mungkin aja kita masih bisa dpt trofi kecil2an. Tp yg ane pengen itu ngeliat MU menangin trofi dgn sepakbola menyerang. Nggak usah sok2an kayak barca deh, yang penting klo tim ini bisa nunjukin niat utk main nyerang aja ane udh seneng. Seperti komentar legendaris "Can Manchester United Score? They always score." Itu bkn bualan si komenatator. Dia bisa bilang gitu krn MU selalu memainkan sepakbola menyerang sampe mati. Hal yang gak ane liat di tim MU saat ini.
nice try mate... but for all those your arguments, I'll just let Gary Neville answer you...
Hapus"We are talking about a football club who have always had a philosophy of giving their managers time and of trusting that hard work will pay dividends.
the reputational damage of losing that tradition would cost far more than any perceived benefit of changing the manager. And it is not as if there have not been positives in the last six months.
The manager's handling of Wayne Rooney's situation has ultimately been excellent and resulted in the player coming back to his best form. The club have qualified comfortably for the Champions League last 16.
(1/2)
My view is simple: David Moyes deserves to have the same period of time that every Manchester United manager has had.
HapusI don't care what Chelsea or Real Madrid do in sacking their managers after winning trophies. Manchester United should be different and stay true to their values. And even if United didn't qualify for the Champions League, which would be a huge disappointment, I would maintain that view.
People may say: 'That's rubbish. United were champions last year and they can't not be in the Champions League. This is 2013 not 1985.' Well, I'm sorry, but for me Manchester United are timeless.
They handed David Moyes a six-year contract and everyone who believes in traditional principles in life should be applauding that. So I don't even want to answer the questions about David Moyes's future.
I think it's an insult. And when I read that Manchester United can't have a transitional period I want to ask: 'Why can't they?' Of course they can. It's nonsense to suggest otherwise.
I am convinced that as David Moyes adjusts, he will deliver trophies at the club, and at that point he will have a renewed the sense of authority.
Until a trophy or the league title does come, he will always have to deal with that question of whether United are struggling because Sir Alex Ferguson isn't there.
In time, he will answer that fully by proving himself. And, while time may be a commodity in short supply at some clubs, that should never be the case at Manchester United."
(2/2)
Dan lagian, buat ane peringkat 8 juga udah cukup keterlaluan walaupun utk sebuah masa transisi. Klo peringkat 5 sih masih bisa ane tolerir.
BalasHapusare you watching different Premier League? setau gue saat ini Barclays Premier League 2013/14 baru berjalan 16 pertandingan... I wonder how fast you judge Moyes.
Hapusdan ingat bray, sebagai seorang Fans (kalau masih ngerasa) ngehujat tim sendiri itu adalah dosa besar, dan manager adalah bagian terpenting dari sebuah tim.
Hapusibaratnya sih kalau menurut ane, orang2 yang pengen nge-Sack Moyes itu adalah Fans yang suka sama MU, karena Juara nya, bukan sejarahnya. sementara buat ane, yang bikin ane jatuh cinta sama MU adalah sejarahnya yang ibarat roller coaster.
beside,kalau ngomongin peringkat, Flashback aja lagi di masa Opa Fergi, finish di peringkat 11 dan 13.
oke, you can say it's not 1985 anymore, but hey, this club is timeless. if you can't appreciate that, go find yourself another club to support. we don't have place for people like you here.
terakhir, nih quotes favorite ane: "The true Champion is the one who keep rising, no matter how much they fall"
NO Offense, (but if the shoe fit, why don't you wear it?)
pernah ngalami musim 2001/2002??
BalasHapuspemain kurang mentereng apa coba...fergie pelatihnya...paruh musim ada di peringkat berapa?? 4 besar?? kagak....!!!
wah ada Ucup Carrick di sini. Wajar lah kalo gak juara di musim pertama Moyes. sebenernya ini lebih parah dari musim 2001/02.Aku sih berharap semoga United bisa masuk ke 4 besar & harus lebih banyak mencetak gol (di atas 2 gol). Semoga United bangkit habis bertapa di Dubai!
Hapusyah enggak bisa edit komentar. aku juga berharap, musim depan Moyes bisa memaksimalkan pemain2 muda United dari Inggris: Powell, Zaha, Lingard, Keane bersaudara, Thorpe. 1 hal yg masih aku percaya dari Moyes adalah dia bisa mengembangkan pemain2 muda semasa di Everton. Inget Rooney, Rodwell atau Barkley
Hapus