Minggu, 10 November 2013

UNITED VERSUS ARSENAL, BANGKITNYA KEMBALI RIVALITAS YANG "SEHAT DAN BERKUALITAS"




Saat saya mulai mendukung United 18 tahun yang lalu, ada dua tim yang begitu saya takuti dimana jadwal pertemuan dengan mereka pasti menjadi yang pertama kali saya cari ketika jadwal musim baru dirilis. Bukan... dua tim itu bukan Liverpool dan Manchester City. Kala itu Liverpool hanyalah sebuah gangguan kecil, sementara City... well... tak banyak yang sadar kalau ada tim sepakbola berseragam biru langit di kota Manchester, tidak juga Sheikh Mansour yang saat itu baru beranjak dewasa. Bagi anda generasi 90an, anda pasti bisa menebak dua tim yang saya maksud. Ya, dua tim itu adalah Newcastle United dan Arsenal.

Newcastle menjadi pesaing berat United dalam perebutan gelar Premier League saat itu, begitu juga Arsenal dengan permainan satu-dua sentuhannya yang menurut saya lebih enak untuk dilihat ketimbang Barcelona era Guardiola. Dalam artikel kali ini, saya akan fokus pada rivalitas antara United dengan tim asal London Utara tersebut.



Jika ditelusuri sejarahnya, rivalitas United versus Arsenal dimulai saat keduanya bersaing dalam perburuan gelar liga di musim 1947/48, Gunners yang saat itu ditangani oleh Tom Whittaker akhirnya berhasil menjadi juara dengan keunggulan 7 poin dari United yang menjadi runner-up.



Persaingan kembali muncul kala keduanya bertemu di final FA Cup 1978/79 dan lagi-lagi Arsenal kembali unggul lewat kemenangan dramatis 3-2 di injury time setelah sebelumnya keunggulan dua gol mereka disamakan oleh United di sepuluh menit jelang peluit akhir. Media-media di Inggris menyebut final ini sebagai salah satu final FA Cup terbaik sepanjang masa.
 



Setelah sempat mereda, ketegangan antara United dan Arsenal kembali mengemuka saat keduanya bentrok di Old Trafford dalam laga First Division 1990/91. Sebuah tekel keras dari Nigel Winterburn kepada Denis Irwin menyulut keributan para pemain di kedua kubu dan kericuhan pun tidak terhindarkan. Peristiwa memalukan ini membuat FA menjatuhkan hukuman pengurangan poin bagi United dan Arsenal. Media massa menyebut keributan tersebut sebagai peristiwa paling memalukan sepanjang sejarah Liga Inggris dan pada akhirnya banyak yang percaya bahwa dari sinilah rivalitas sengit antara kedua klub baru benar-benar tercipta.



Kemudian lahirlah era Premier League dimana Manchester United sangat mendominasi. Setelah mendapat tantangan sengit dari Blackburn Rovers dan Newcastle United, Arsenal ganti menjadi penantang serius United berkat tangan dingin manajer baru yang mempunyai nama depan mirip dengan nama klub mereka, Arsene Wenger.

Di tangan Wenger permainan Arsenal yang terkenal membosankan disulap menjadi permainan menyerang yang sangat atraktif dan enak dilihat. Umpan satu-dua sentuhan yang dipadukan dengan speed and power ala Inggris menjadi orgasme mata banyak orang, tak terkecuali fans rival. Hanya butuh setahun bagi Wenger untuk menjungkalkan dominasi United saat dirinya berhasil mempersembahkan gelar Double Winners di musim 1997/98. United ganti membalas dengan balik menghempaskan Arsenal dan meraih Treble Winners di musim berikutnya. Sejak saat itu sampai awal 2000an, Liga Inggris hanya menjadi arena persaingan antara United vs Arsenal, Manchester vs London, utara vs selatan.
 



Nama-nama seperti Nicolas Anelka, Mark Overmars, Fredrik Ljungberg, Dennis Bergkamp, Thierry Henry, dan Sylvain Wiltord kerap menjadi momok bagi United waktu itu. Sampai saat ini telinga saya masih terasa sakit jika mendengar teriakan komentator saat Overmars dan Wiltord mencetak gol di depan East Stand yang memastikan Arsenal merengkuh gelar liga di Old Trafford. What a nightmare.



Pertempuran di dalam lapangan, keributan di luarnya, mulai dari gol spektakuler Eric Cantona di depan Stretford End sampai gol sontekan John O'Shea di depan North Bank Highbury, adu taktik sampai adu mulut, semua begitu panas, kala itu saya benar-benar menikmati rivalitas antara United dengan The Gunners. Bahkan saat itu saya menganggap bahwa Arsenal adalah rival abadi United, bukan Liverpool dan apalagi City yang sedang berkubang di Divisi Tiga.

 

Meskipun demikian, di satu sisi saya juga begitu menikmati permainan The Gunners (saya bahkan sangat mengagumi Dennis Bergkamp, he's simply genius). Di antara semua rival United, Arsenal adalah satu-satunya tim yang saya respek, Mereka hampir serupa dengan United, mereka punya sejarah dan bukan tim yang dibentuk dengan instan. Saya menyebut rivalitas dengan Arsenal sebagai rivalitas yang "sehat dan berkualitas". Tak ada alasan bagi saya untuk bersikap "bitter" terhadap The Gunners. Mereka bukanlah Liverpool dan City, dan mereka juga punya rival utamanya sendiri di London Utara sana.




English Premier League was all about rivalry between United and Arsenal. It used to be... sebelum datang kekuatan uang dari Rusia dan Timur Tengah yang melahirkan tim instan dengan jutaan fans karbitnya yang menjijikkan. Maka saat melihat Arsenal bangkit di musim ini, segala kenangan lama sontak kembali menyeruak dari pikiran saya. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, saya tidak lagi menganggap pertandingan melawan Arsenal sebagai big match biasa, mereka (sepertinya) telah kembali dan saya harap rivalitas lama dengan mereka bisa kembali terulang, tentu... dengan United sebagai pemenang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar